YAYASAN TENAGA PEMBANGUNAN

AKADEMI FARMASI
Jl. Arjuna Pintubosi Laguboti Toba Samosir 22381
Sumatera Utara

YAYASAN TENAGA PEMBANGUNAN

AKADEMI FARMASI
Jl. Arjuna Pintubosi Laguboti Toba Samosir 22381
Sumatera Utara

YAYASAN TENAGA PEMBANGUNAN

AKADEMI FARMASI
Jl. Arjuna Pintubosi Laguboti Toba Samosir 22381
Sumatera Utara

TAHAP-TAHAP PENYUSUNAN KARYA ILMIAH

1. Tahap Persiapan.

a. Pemilihan masalah / topik, mempertimbangkan:

1. Harus berada disekitar kita.

2. Harus topik yang paling menarik perhatian.

3. Terpusat pada segi lingkup yang sempit dan terbatas.

4. Memiliki data dan fakta yang obyektif.

5. Harus diketahui prinsip-prinsip ilmiahnya, meskipun serba sedikit.

6. Harus memiliki sumber acuan / bahan kepustakaan yang dijadikan referensi.

b. Pembatasan topik/penentuan judul

1. Pembatasan topik harus dilakukan sebelum penulisan karya ilmiah.

2. Penentuan judul dapat dilakukan sebelum penulisan karya ilmiah / setelah penulisan karya ilmiah selesai.

3. Penentuan judul karya ilmiah : pertanyaan yang mengandung unsur 4W+1H yaitu What (apa), Why (mengapa), When (kapan), Where (dimana) dan How (bagaimana).

c. Pembuatan kerangka karangan (outline).

1. membimbing penyusun karya ilmiah.

2. pedoman penulisan karya ilmiah sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam penganalisisannya.

3. pembuatan rencana daftar isi karya ilmiah.

2. Tahap Pengumpulan data.

a. Pencarian keterangan dari bahan bacaan / referensi.

b. Pengumpulan keterangan dari pihak-pihak yang mengetahui masalah.

c. Pengamatan langsung (observasi) ke obyek yang akan diteliti.

d. Percobaan di laboratorium / pengujian di lapangan.

3. Tahap Pengorganisasian & pengonsepan.

a. Pengelompokan bahan, untuk memgorganisasikan bagian mana yang didahulukan dan mana yang termasuk bagian terakhir. Data yang sudah terkumpul diseleksi dan dikelompokan sesuai jenis , sifat atau bentuk.

b. Pengonsepan karya ilmiah dilakukan sesuai dengan urutan dalam kerangka karangan yang telah ditetapkan.

4. Pemeriksaan / Penyuntingan konsep (editing).

Bertujuan untuk :

a. Melengkapi yang kurang.

b. Membuang yang kurang relevan.

c. Menghindari penyajian yang berulang-ulang atau tumpang tindih (overlapping).

d. Menghindari pemakaian bahasa yang kurang efektif, misalnya dalam penulisan dan pemilihan kata, penyusunan kalimat, penyusunan paragraf, maupun penerapan kaidah ejaan.

5. Penyajian.

Teknik penyajian karya ilmiah harus memperhatikan:

a. Segi kerapian dan kebersihan.

b. Tata letak (layout) unsur-unsur dalam format karya ilmiah, misalnya halaman muka (cover), halaman judul, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, daftar gambar, daftar pustaka dan lain-lain.

c. Standar yang berlaku dalam penulisan karya ilmiah, misalnya standar penulisan kutipan, catatan kaki (foot note), daftar pustaka & penggunaan bahasa indonesia sesuai EYD.

d. Bagian inti karya ilmiah.

1. Bagian Pendahuluan.

a. Latar belakang dan masalah.

b. Tujuan pembahasan.

c. Ruang lingkup / pembatasan masalah.

d. Asumsi, hipotesis dan kerangka teori.

e. Sumber data.

f. Metode & teknik.

2. Bagian analisis atau pembahasan.

3. Bagian Simpulan dan saran.
»»  READMORE...

PEDOMAN PEMBUATAN STRUKTUR LAPORAN TUGAS AKHIR

Struktur laporan Tugas Akhir yang berlaku juga untuk semua
laporan karya ilmiah merupakan struktur yang lazim digunakan di
lembaga-lembaga perguruan tinggi. Ada tiga bagian besar untuk
dimasukkan dalam laporan Tugas Akhir, yaitu :
􀂃 Bagian Awal, yang memuat bahan-bahan preliminer.
􀂃 Bagian Inti/Pokok, yang memuat naskah utama dari Tugas
Akhir.
􀂃 Bagian Akhir, yang memuat bahan-bahan referensi.
4.1 Bagian AWAL
Bagian Awal Laporan Tugas Akhir, meliputi :
a. Judul Tugas Akhir
b. Halaman pengesahan
c. Motto / Lembar Persembahan
d. Abstrak
Bagian ini berisi inti laporan Tugas Akhir secara menyeluruh
tetapi singkat, antara lain berisi : permasalahan, metode
pemecahan, dan hasilnya (maksimum 200 kata)
e. Kata pengantar
f. Daftar isi
g. Daftar gambar, grafik, diagram
h. Daftar tabel
i. Daftar Istilah
j. Daftar Lampiran
4.2 Bagian INTI/POKOK
Bagian Inti/Pokok Laporan TA, meliputi :
a. Pendahuluan
􀂃 Latar belakang masalah, penegasan dan alasan pemilihan
judul
2
􀂃 Perumusan Masalah
􀂃 Tujuan dan Manfaat
􀂃 Batasan Masalah
􀂃 Metodologi
􀂃 Sistematika. Berisi penjelasan secara singkat mengenai
bab-bab dalam Laporan Tugas Akhir
b. Teori Penunjang
c. Analisis Permasalahan
d. Pengumpulan Data/Informasi :
􀂃 Laboratorium
􀂃 Simulasi
􀂃 Survey/sigi (data primer/data sekunder)
e. Sintesis Pemecahan Masalah :
􀂃 Merancang model/algoritma/program
􀂃 Membuat model/algoritma/program
􀂃 Membuat protip/alat
f. Uji Coba :
􀂃 Validasi model/algoritma/program
􀂃 Unjuk kerja/keandalan prototipe/alat
􀂃 Eksperimen real atau simulasi
g. Penutup :
􀂃 Kesimpulan (hal-hal yang dikerjakan)
􀂃 Saran-saran (hal-hal yang masih dapat dikembangkan lebih
lanjut/yang belum sempat dikerjakan)
4.3 Bagian AKHIR
Bagian Akhir Laporan TA, meliputi :
􀂃 Daftar Pustaka
􀂃 Lampiran-lampiran.
􀂃 Daftar Riwayat Hidup
Bagian Inti/Pokok laporan Tugas Akhir di atas susunannya tidak
selalu ada semua. Telitilah dengan tepat pemakaian struktur yang dapat
dijadikan pedoman, agar tidak terlalu banyak membuang-buang waktu
dalam pengerjaan Tugas Akhir. Periksalah secara keseluruhan dengan
baik. Kemudian periksalah kembali perincian demi perinciannya.
Persoalkan mengapa perincian itu ada dalam struktur itu; persoalkan
3
juga mengapa perincian-perincian itu dalam urutan semacam itu. Beri
perhatian untuk selalu menghubungkan kembali masing-masing
perincian dalam keseluruhannya yang lebih besar
4.4 Format Dokumentasi / Laporan Tugas Akhir
Berikut ini kerangka bagian dalam mendokumentasikan Tugas
Akhir yang meliputi :
1. Cover Depan menggunakan Soft Cover. Warna cover biru
muda, kombinasi warna RGB (R=140,G=204,B=255).
2. Halaman Judul memakai tinta hitam
3. Halaman Pengesahan memakai tinta hitam timbul
4. Motto / Lembar Persembahan
5. Abstrak (Maks. 200 kata)
6. Kata Pengantar
7. Daftar Isi
8. Daftar Gambar
9. Daftar Tabel
10. Daftar Istilah
11. Daftar Lampiran
12. Kertas Pembatas antar BAB, kertas warna biru ( sesuai
cover)
13. Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.4 Batasan Masalah
1.5 Metodologi Pengerjaan Tugas Akhir
1.6 Sistematika Penulisan
14. Bab II Teori Penunjang
15. Bab III Perancangan Sistem
16. Bab IV Implementasi Program
17. Bab V Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
18. Daftar Pustaka
19. Lampiran
20. Daftar Riwayat Hidup
4
TATA TULIS LAPORAN TUGAS AKHIR
5.1. Kertas
1. Tugas Akhir harus diketik pada kertas HVS 80 gram berukuran
A5 (14,8 cm x 21 cm), dengan mempergunakan pita/tinta
hitam.
2. Tabel-tabel dan gambar-gambar, jika ada, sedapat mungkin
juga disajikan pada kertas yang sama. Apabila masih juga tidak
dapat disajikan dalam kertas yang sama maka bisa dilipat-lipat
tanpa mengurangi tampilan buku tugas akhir.
5.2. Penyajian Naskah
1. Jarak Tepi
Ketikan harus terletak sekurang-kurangnya :
– Dari tepi atas : 2,5 cm
– Dari tepi bawah : 2,5 cm
– Dari tepi kiri : 2,5 cm
– Dari tepi kanan : 2 cm
2. Pengetikan
a. Tugas Akhir diketik dengan jarak 1 spasi.
b. Apabila dipakai pengolah kata MS-Word, jenis huruf yang
dipakai adalah Times New Roman, Normal, ukuran 10
(khusus untuk judul dapat dipakai ukuran 12). Untuk
pengolah kata yang lain dapat dipakai penyesuaian.
c. Untuk seluruh naskah hendaknya dipergunakan mesin tulis
atau printer yang sama.
d. Lambang-lambang, huruf-huruf Yunani, atau tanda-tanda
yang tak terdapat pada mesin ketik atau printer hendaknya
ditulis dengan rapi dengan mempergunakan tinta Cina.
Penggunaan huruf Yunani pada suatu persamaan harus
dijelaskan artinya. Apabila penggunaan huruf Yunani
cukup banyak, penjelasan artinya dapat diberikan dalam
suatu halaman daftar istilah.
5
e. Huruf kursif diganti dengan huruf biasa dengan diberi garis
di bawahnya.
f. Khusus untuk Cover Depan, Lembar Judul, dan Lembar
Pengesahan menggunakan tinta timbul.
g. Penulisan naskah dalam bentuk format bolak-balik.
3. Nomor Halaman
Halaman-halaman naskah Tugas Akhir (Bagian Inti/Pokok)
diberi nomor urut dengan angka Arab, dimulai dengan angka 1
dan dimulai dari Bab Pendahuluan. Nomor halaman ditulis di
tengah dan 1,5 cm dari tepi bawah.
Khusus Halaman Abstraksi, Kata Pengantar, Daftar isi, Daftar
Gambar, Daftar Tabel, dan Daftar Istilah menggunakan format
penomoran angka romawi yaitu : i,ii,iii, iv..vii.. dst
4. Tabel dan Gambar
a. Tabel atau gambar yang terlalu besar (misalnya diagram
skema) dapat disajikan pada lampiran, lalu dilipat.
b. Tabel-tabel diberi nomor urut pada setiap bab dengan
angka Arab dengan ketentuan penulisan :
– Nomor terdiri dari 2 bagian, bagian pertama
menunjukkan bab sedangkan bagian kedua
menunjukkan nomor tabel. (contoh : Tabel 2.1, Tabel
3.2, Tabel 3.3, dan sebagainya).
– Nomor dan Judul Tabel diletakkan di sebelah atas
tabel.
– Nama kolom (heading) pada tabel harus ada, terutama
pada tabel yang menempati lebih dari 2 halaman.
– Tabel yang berasal dari referensi buku atau internet,
Sumbernya dituliskan pada footnote1. (footnote :
catatan kaki yang terdapat pada halaman tersebut dan
1 1 Theodore S Rappaport, “Wireless Communication Principles and Practice”,Prentice
Hall, 1996, hal 502. (ini adalah contoh penulisan footnote)
6
letaknya di bagian halaman paling bawah). Jika
menggunakan Microsoft Word penulisan footnote bisa
otomatis langsung digunakan.
c. Gambar-gambar diberi nomor urut pada setiap bab dengan
angka Arab dengan ketentuan penulisan sebagai berikut :
– Nomor terdiri dari 2 bagian, bagian pertama
menunjukkan bab sedangkan bagian kedua
menunjukkan nomor gambar. (contoh : Gambar 2.1,
Gambar 3.2, Gambar 3.3, dan sebagainya)
– Nomor dan Judul Gambar diletakkan di sebelah
bawah gambar.
– Gambar yang berasal dari referensi buku atau internet,
Sumbernya dituliskan pada footnote. (footnote :
catatan kaki yang terdapat pada halaman tersebut dan
letaknya di bagian halaman paling bawah)
5. Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baku
berdasarkan kaedah ejaan yang telah disempurnakan.
a. Bentuk kalimat tidak boleh menampilkan orang pertama
atau orang kedua, tetapi disusun dalam bentuk pasif.
Kecuali dalam penyajian ucapan terima kasih pada kata
pengantar.
b. Istilah yang dipakai adalah istilah Indonesia atau yang
sudah di-Indonesiakan. Jika terpaksa harus memakai istilah
asing, harus menggunakan huruf italics atau diberi garis
bawah pada istilah tersebut.
c. Penggunaan kata penghubung, kata depan, awalan, akhiran
dan tanda baca secara tepat.
6. Kulit muka dan kulit belakang soft cover, warna biru muda
atau dengan kombinasi warna RGB (R=140,G=222,B=245)..
Kulit muka ditulisi sama dengan lembar judul Tugas Akhir
dengan tinta hitam (lihat lampiran). Setiap pergantian bab
diberi kertas pembatas warna biru muda dengan tulisan nama
Bab dan Judul Bab saja.
7. Berbagai Tingkatan Judul
7
Berbagai tingkatan judul ditulis dengan cara :
a. Judul : diketik dengan huruf besar semua pada halaman
baru dengan jarak 2,5 cm dari tepi atas dan dengan jarak
seimbang dari tepi kiri dan kanan, dan ditebalkan.
b. Sub-Judul : huruf-huruf pertama ditulis dengan huruf
besar, diletakkan mulai dari tepi kiri.
c. Anak sub-judul : ditulis mulai dari tepi sebelah kiri
dengan indensi lima ketukan. Huruf-huruf pertamanya
ditulis dengan huruf besar.
d. Jika masih ada judul dalam tingkatan yang lebih rendah,
ditulis seperti pada c.
8. Pengaturan Tingkatan Kategorisasi
Sub kategorisasi dari kategori yang terbesar sampai terkecil
dapat dilakukan sebagai berikut :
I. KATEGORI TERBESAR
1.1 Kategori lebih kecil
1.1.1 Kategori lebih kecil lagi
a. Kategori lebih kecil lagi
b. Kategori sama dengan a. . . .
1. Kategori lebih kecil lagi . . .
2. Kategori lebih kecil lagi . . .
c. Kategori sama dengan a, dan b. . . .
1.1.2 Kategori sama dengan 1.1.1 . . .
1.1.3 Kategori sama dengan 1.1.1, dan 1.1.2 . ..
1.2 Kategori sama dengan 1.1 . . .
9. Kutipan
a. Kutipan langsung harus sama dengan aslinya, baik
mengenai susunan kata-katanya, ejaannya, maupun tanda
bacanya. Kalau huruf asli kutipan yang bersangkutan
bukan huruf Latin, harus diganti dengan huruf Latin
b. Kutipan menggunakan bahasa selain bahasa Inggris harus
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Terjemahan ini
ditempatkan di bawah kutipan dengan 2 spasi, dengan cara
penulisan yang sama dengan cara penulisan kutipan
8
c. Kutipan yang panjangnya kurang dari lima baris
dimasukkan ke dalam teks biasa berspasi 2 dengan
menggunakan tanda petik pada awal dan akhir kalimat
kutipan. Kutipan yang panjangnya lima baris atau lebih,
diketik dengan spasi 1 dengan mengosongkan 4 karakter
dari kiri dengan jarak 1 spasi.
d. Apabila dalam kutipan perlu dihilangkan beberapa bagian
kalimat maka pada bagian itu diberi titik sebanyak tiga
buah.
e. Kalau dari suatu kutipan yang dihilangkan itu langsung
sampai pada akhir kalimat, maka titik tersebut berjumlah 4.
f. Jika ditiadakan satu kalimat atau lebih dalam kutipan itu,
maka diketik titik-titik berspasi sepanjang satu baris.
10. Referensi
Semua sumber pustaka yang dikutip (secara langsung atau
tidak langsung) dan dijadikan referensi harus disebutkan. Cara
menyebutkan sumber itu ialah dengan menuliskan di dalam
kurung : nama belakang pengarang, tahun publikasi dan nomor
halaman buku yang dikutip.
5.3. Halaman Judul
Halaman judul berisi : (1) judul Tugas Akhir; (2) nama penulis
dengan nomor pokok (NPM); (3) nama jurusan, fakultas, serta
universitasnya, nama kota universitas berada, dan tahun pembuatan.
Contoh halaman judul pada lampiran 1.
Judul Tugas Akhir harus diketik seluruhnya dengan huruf-huruf
besar dan tidak ada satu patah katapun yang boleh disingkat. Jarak baris
ketikan itu dua spasi tunggal. Jika judul lebih dari satu baris, ketikan
harus dalam bentuk piramida terbalik (huruf V) atau dalam bentuk
sejajar, dengan catatan bahwasanya apabila untuk judul telah dipilih
susunan bentuk piramida terbali, maka pada kesempatan lain dnegan
mantap dipakai juga susunan piramida terbalik.
Judul harus cocok/relevan dengan ruang lingkup
permasalahannya; kata-kata yang digunakan harus jelas, dan deskriptif;
9
dan kalimat judul tidak merupakan kalimat pertanyaan. Jika mungkin
seluruh judul disusun hanya dalam satu kalimat, walaupun kalau perlu
dalam kalimat yang agak panjang. Kalimat judul ini tidak perlu ditutup
dengan tanda titik atau tanda-tanda lainnya.
Nama penulis harus ditulis yang selengkap-lengkapnya dalam
huruf kecil dnegan kapitalisasi. Singkatan nama sama sekali tidak
diperkenankan. Nama keluarga boleh disertakan. Akan tetapi nama
samaran tidak boleh dieprgunakan.
Nama lembaga kepada siapa Tugas Akhir ini diajukan adalah
Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, dan Universitas
Trunojoyo. Nama lembaga itu diketik dengan huruf-huruf kecil dengan
kapitalisasi dengan jarak baris dua spasi tunggal. Juga untuk nama
lembaga ini tiada satu kata singkatan pun diperkenankan dipakai.
Nama kota diketik dengan huruf-huruf besar tanpa diakhiri
dnegan suatu tanda apa pun, tepat di tengah-tengah halaman, simetri
kiri-kanan, dalam jarak baris dua spasi tunggal di bawah nama
universitas.
Terakhir yang harus dituliskan dalam halaman judul adalah
tahun pembuatan Laporan Tugas Akhir.
Halaman judul merupakan halaman pertama dari Tugas Akhir.
Seperti sudah dikemukakan di depan, halaman ini tidak diberi nomor
halaman. Bagian penjilidan mungkin menyisipkan satu lembar kosong
atau lebih di depan halaman judul itu. Lebar sisipan ini tidak dihitung
sebagai halaman.
Simetrisasi harus diusahakan untuk pengetikan halaman judul.
Karena itu huruf-huruf pertama dan terakhir dari masing-masing baris
tidak perlu diketik tepat pada garis tepi ketikan.
Perlu diamati bahwa jarak baris antara nama penulis dan nama
kota dapat panjang, dapat pula pendek, tergantung pada ruangan yang
telah diambil untuk judul, nama penulis, dan nama lembaga.
5.4. Halaman Pengesahan
Dalam paginasi halaman pengesahan ini akan menempati
halaman nomor dua, sebab halaman judul tidak boleh lebih dari satu
10
halaman. Halaman pengesahan ini sendiri tidak boleh melebihi satu
halaman, nomor halamannya tidak diketikkan.
Halaman pengesahan berisi (1) judul Tugas Akhir; (2) jenis
laporan yaitu Tugas Akhir, selalu diketik dalam huruf-huruf besar, tepat
di tengah-tengah halaman simetri kiri-kanan. Contoh halaman
pengesahan pada lampiran 2.
Untuk Tugas Akhir maksud diajukannya laporan itu untuk
memenuhi sebagian syarat-syarat guna menyelesaikan studi pada suatu
jurusan. Sedangkan paper/makalah pada umumnya disyaratkan sebagai
kelengkapan untuk menyelesakan suatu mata kuliah.
Keterangan pengesahan ditulis agak ke sebelah kanan dari
tengah halaman, meskipun demikian perlu dijaga agar ketikan tidak
melampaui garis ketikan sebelah kanan. Spasi yang digunakan adalah
dua spasi tunggal dengan menyediakan enam spasi tunggal terluang
untuk tanda tangan dosen pembimbing yang mengesahkan.
5.5. Halaman Kata Pengantar
Kata Pengantar atau yang dalam bahasa Inggris Preface, pada
umumnya tidak memakan ruang lebih dari satu halaman. Untuk mekalah
halaman ini tidak diperlukan.
Ada kemungkinan halaman kata pengantar ini hanya diisi
dengan ucapan penghargaan dari penulis kepada beberapa orang yang
dipandang sangat perlu untuk menerima penghargaan yang jika
diberikan dalam bentuk lain kurang memadai dibandingkan dengan jasajasa
mereka. Garis pedoman yang dapat diberikan untuk menetapkan
siapa-siapa yang patut disebutkan namanya dalam Tugas Akhir hanyalah
“sebutkan hanya beberapa orang saja, tidak lebih dari lima orang”, yang
tidak mungkin dilewatkan untuk disebutkan dalam seperti Tugas Akhir
itu.
Nomor halaman Kata Pengantar tidak dituliskan, kecuali jika
lebih dari satu halaman, untuk halaman yang kedua, nomor halamannya
perlu diketikkan. Judul halaman disusun secara simetri pada baris
pertama. Antara judul dan alinea pertama terdapat tiga spasi tunggal,
sedangkan spasisasi halaman ini tidak berbeda dengan spasisasi
halaman-halaman lainnya, yaitu dua spasi tunggal. Pada akhir
11
pernyataan dituliskan kata penulis, diakhiri dengan tanda titik dan tidak
usah ditandatangani atau diberi nama terang.
5.6. Halaman Daftar Isi
Daftar isi dimaksudkan untuk menyediakan overview,
memberikan petunjuk secara global mengenai seluruh isi yang terdapat
dalam buku yang dituliskan. Daftar isi akan disusun secara berturut-turut
sesuai dengan keurutan isi yang disajikan dari halaman pertama sampai
halaman terakhir.
Judul bab selalu ditulis dalam huruf-huruf besar, tanpa diberi
garis bawah, tanpa ditutup dengan tanda tulis. Angka indeks untuk bab
adalah angka Romawi huruf besar. Di belakang baris bab dikutipkan
nomor halamannya, tepat seperti yang terdapat dalam buku. Ruangan
antara huruf terakhir dari bab dan nomor halamannya diisi dengan tanda
titik beruntun yang diberi satu ketukan sela. Titik-titik itu diketik pada
ketukan-ketukan genap.
Bagian paragraf diberi indensi dua ketukan dari garis paragraf.
Jika bagian informasi cukup panjang, baris yang kedua digantung lagi
dua ketukan sela. Bagian informasi tidak diberi kapitalisasi; semuanya
ditulis dengan huruf kecil.
Kata DAFTAR ISI sebagai judul halaman daftar isi
ditempatkan di tengah-tengah halaman, simetri kiri-kanan. Judul ini
dituliskan dalam huruf-huruf besar dengan atau tanpa ketukan sela.
Tiada garis bawah dan tanda titik ganda diperlukan untuk menuliskan
judul ini. Sepuluh spasi tunggal dari tepi kertas sebelah atas akan
menempatkan judul daftar isi dalam baris pertama dalam halaman daftar
isi.
Kutipan nomor-nomor halaman ditempatkan pada garis tepi
ketukan sebelah kanan, sedangkan nomor-nomor babnya diberi indensi
sedemikian rupa sehingga angka pertama dari nomor bab yang tertinggi
tepat pada baris ketikan sebelah kiri.
5.7. Halaman Daftar Gambar
Jika ada, daftar gambar dibuat tersendiri dalam satu dua
halaman, menyusul setelah daftar isi. Daftar gambar berisi semua
12
gambar/grafik yang terdapat dalam Tugas Akhir yang disusun. Tiada
satu gambar pun boleh dilewatkan. Nomor dan judul tiap-tiap gambar
yang terdapat di Tugas Akhir dikutip dengan eksak dalam daftar gambar
ini. Nomor gambarnya ditulis dalam angka Arab, sedangkan judulnya
ditulis dengan kapitalisasi.
Kata DAFTAR GAMBAR sebagai judul dari daftar gambar
dituliskan seluruhnya dengan huruf-huruf besar, dengan atau tanpa
ketukan sela, dan tidak diakhiri dengan suatu tanda penutup apapun.
Judul ini juga tidak perlu diberi garis bawah. Jarak antara judul dengan
tepi kertas sebelah atas adalah sepuluh spasi tunggal. Simetrisasi tetap
dipertahankan untuk judul ini.
Kata HALAMAN dituliskan di tepi kiri dan kanan dengan
huruf pertama untuk yang pertama dan huruf yang terakhir untuk yang
kedua tepat pada tepi ketikan. Sebagai judul dari kolom, masing-masing
akan memimpin kolomnya. Kata-kata itu dituliskan sebaris dalam jarak
ketikan tiga spasi tunggal dari judul DAFTAR GAMBAR.
5.8. Halaman Daftar Tabel
Unsur ini mengakhiri Bagian Awal. Oleh karena itu prinsipprinsip
untuk menuliskan Daftar Gambar berlaku sepenuhnya untuk
menuliskan Daftar Tabel. Daftar inipun menggunakan spasisasi dua
spasi tunggal.
5.9. Halaman Bagian Akhir
5.9.1 Daftar Acuan dan Daftar Pustaka
Daftar Pustaka diperlakukan sebagai suatu bab tersendiri.
Karena itu nomor halamannya tidak diketik pada halaman pertama
Daftar Pustaka ini.
Nomor halaman Daftar Pustaka merupakan kelanjutan dari
nomor halaman Bagian Inti, diketik dengan angka Arab.
Agar daftar ini tidak tenggelam seolah-olah kelanjutan dari
bab-bab sebelumnya, maka untuk menonjolkan sebagai bab yang berdiri
sendiri di depan halaman pertama dari Daftar Pustaka disediakan satu
halaman kosong yang ditulisi semata-mata DAFTAR PUSTAKA.
Halaman ini walau tidak diberi nomor halaman, diperhitungkan dalam
paginasi halaman-halaman berikutnya.
13
Nama pengarang dari negara-negara Barat pada umumnya
terdiri dari First Nama, Middle Name, dan Last Name. First Name
adalah nama panggilan tak resmi, Middle Name adalah nama tambahan
(yang tidak perlu) dan sering disingkat dengan huruf inisial saja, atau
dihilangkan sama sekali (sering juga Middle Name adalah nama baptis
seseorang), sedangkan Last Name adalah nama terpenting dari seseorang
dan merupakan nama resmi dari orang tersebut. Last Name pada
umumnya berupa nama keluarga yang diturun-temurunkan melalui jalur
ayah. Panggilan resmi seseorang di negara Barat adalah menurut Last
Name. Nama pengarang dari Indonesia pada umumnya tidak
mempunyai Last Name, namun ada kalanya nama keluarga atau nama
marga dianggap sebagai Last Name. Untuk penulisan di Daftar Acuan
atau Daftar Pustaka, sebuah nama harus dimulai dengan Last Name,
baru kemudian diikuti dengan First dan Middle Name. Gelar yang
menjadi bagian dari nama boleh dicantumkan, tetapi gelar kesarjanaan
dianjurkan tidak dicantumkan. Berikut ini adalah contoh-contoh
penulisan Daftar Acuan atau Daftar Pustaka :
1. Bila Referensi berupa Buku
[1] Dick, H.W. 1990. Industri Pelayaran Indonesia :
Kompetisi dan Regulasi. Diterjemahkan oleh
Burhanuddin A. Jakarta : LP3ES.
[2] Franklin, J.H. 1985. Fundamentals of Mathematics.
Chicago : University of Chicago Press.
[3] Kernighan, B.W., dan Dennis M.R. 1987. The C
Programming Language. Englewood Cliffs, N.J. :
Prentice Hall.
[4] Whaley, W.G., Osmond P.B., dan Henry S.L. 1983. Logic
and Boolean Logic. London : John Murray.
2. Bila Referensi berupa Prosiding
[1] Akazana, S. 1983. “The Scope Of The Japanese
Information Industry In The 1980s”. Proceeding Of The
Forty First FID Congress. Hongkong, 13-16 September.
Diedit oleh K.R. Brown. New York : North Holland
Publishing Company.
14
[2] Cavalieri, S., Di Stefano, A., dan Mirabella, O., 1991.
“Assessment of the Priority Mechanism in the Fieldbuss
Data Link Layer”. Proceeding Industrial Electronics,
Control and Instrumentation. IECON ’91.
[3] Henry, R.R., 1990. “Performance of IEEE 802 Local Area
Network”. IEEE Proceeding Southeastcon. Session
5D4:414-419.
[4] Simar, Ray Jr. 1986. “Floating-Point Arithmatic with the
TMS322010”. Digital Signal Processing Applications
with the TMS320 Family. Texas Instrument.
3. Bila Referensi berupa artikel dalam Jurnal
[1] Bondavalli,A., Conti, M., Gregori, E., Lenzini, L., and
Strigini, L., Feb. 1990. “MAC protocols for high-speed
MANs : Performance Comparasions for a Family of Fanetbased
Protocols”. Computer Networks and ISDN
Systems 18, 2:97-113.
[2] Conti, M., Gregori, E., and Lenzini, L., March 1994. “EDPC
An Extension of the Distributed-control Polling
MAC Protocol (DCP) for Integrated Services”. Computer
Networks and ISDN Systems 26, 6-8:711-719.
[3] Jacson, R. 1979. “Running Down The Up Escalator :
Regional Inequality In Papua New Guinea”. Australian
Geographer 14 (May) : 175-1984.
[4] Koubias, S.A. and Papadopoulos, G.G., Aug. 1995.
“Modern Fieldbus Communication Architectures for Realtime
Industrial Applications”. Computer in Industry
26,3:243-252.
[5] Linge, N., Ball, E., Tasker, R., dan Kummer, P., 1987. “A
Bridge Protocol for Creating a Spanning Tree Topology
within an IEEE 802 Extended LAN Enviroment”.
Computer Networks and ISDN Systems 13,4&5:323-
332.
4. Bila Referensi berupa artikel dalam Majalah
15
[1] Santori, M. dan Zech, K., Maret 1996. Fieldbus brings
Protocol to Process Control”. IEEE Spectrum 33, 3:60-
64.
[2] Weber, B. 1985. “The Myth Maker : The Creative Mind”.
New York Times Magazines, 20 Oktober, 42.
5. Bila Referensi berupa artikel dalam Surat Kabar
[1] Kompas (Jakarta). 1992. 4 Januari.
[2] Jawa Pos (Surabaya). 1993. 21 April.
[3] Rahayu, S. 1992. Hendak Kemana Arsitektur Rumah
Susun Indonesia ?”. Kompas (Jakarta), 5 Maret.
[4] Sjahrir, A. 1993. “Prospek Ekonomi Indonesia”. Jawa Pos
(Surabaya), 22 Maret.
6. Bila Referensi berupa artikel dari Internet
[1] Countinho, J., Martin, S., Samata, G., Tapley, S. dan
Wilkin, D., 1995. Fieldbus Tutorial,
htm>.
[2] Pinto, J.J., Feb. 1997. Fieldbus : A Neutral
InstrumentionVendor’s Perpective Communicatio,
.
5.9.2 Daftar Lampiran
Daftar Lampiran dalam buku-buku yang berbahasa Inggris
disebut Appendix atau jika lebih dari satu disebut Appendixes atau
Appendices. Sebagaimana juga Daftar Pustaka, untuk menonjolkan
bagian ini maka digunakan satu kertas kosong sebagai penyekat dari
bagian Daftar Pustaka.
Isi Daftar Lampiran (jika ada) antara lain kutipan-kutipan
panjang, lembaran data (data sheet). Dokumen asli, foto-foto, formulir16
formulir, dan semacamnya dapat juga dimasukkan dalam lampiran.
Dokumen semacam itu tidak boleh ditempelkan begitu saja, melainkan
harus difotokopi pada kertas yang seukuran dengan kertas Tugas Akhir,
kecuali jika dokumen itu telah sama formatnya dengan format kertas
Tugas Akhir.
17
ATURAN PENULISAN JURNAL DAN PROCCEDING
Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris
dengan susunan penulisan yang terdiri dari: judul, nama penulis dan
instansi, (abstrak maksimal 200 kata), kata kunci minimal 2 kata, isi
makalah, lampiran (jika ada), dan daftar pustaka.
Naskah harus ditulis rapi pada kertas A4 (satu sisi) dan setiap
lembar tulisan harus diberi nomor halaman. Format penulisan satu
kolom mulai Pendahuluan sampai referensi, model huruf Times New
Roman, ukuran huruf 11 point, dan 1 spasi, before 0 dan after 6 point.
Gunakan magin kanan 2 cm, margin kiri 3 cm, margin atas 2 cm, dan
margin bawah 3 cm. Judul harus ditulis secara ringkas tetapi cukup jelas
untuk menggambarkan isi naskah. Jika memungkinkan hindari
penggunaan singkatan. Jurnal terdiri dari :
1. Judul
2. Identitas (Nama Lengkap, Asal Institusi, E-mail)
3. Abstrak, menggunakan bahasa inggris
4. Pendahuluan
5. Tinjauan Pustaka
6. Metode Penelitian
7. Pembahasan
8. Kesimpulan
9. Daftar Pustaka
Procceding yang akan diseminarkan sesuai dengan contoh yang
tredapat pada satu folder dengan file ini. Kertas menggunakan A-4,
Margin kanan 1,5 cm, margin kiri 1,5 cm, margin atas 2 cm, dan margin
bawah 2 cm. Jarak antar kolom 0,7 cm. Tulisan menggunakan Times
New Roman. Judul menggunakan Font 14, untuk Nama Mahasiswa 12,
yang lainnya menggunakan font 12. Bedanya hanya pada tebal dan tipis
tulisannya.
18
Lampiran 1 : Contoh form Halaman Depan (cover) Laporan Skripsi
JUDUL TUGAS AKHIR SIMETRIS KIRI – KANAN
MEMBENTUK HURUF V
TUGAS AKHIR
Oleh :
Nama Penyusun Tugas Akhir
Nomor Pokok Mahasiswa
JURUSAN D3 TEKNISI KOMPUTER & JARINGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
BANGKALAN
2007
12
14
12
12
19
Lampiran 2 : Contoh Lembar Pengesahan Laporan Skripsi
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Nama Penulis Tugas Akhir
NRP : Nomor Induk Mahasiswa
Judul : Menggunakan Spasi tunggal Jika Judul lebih
Dari Satu Baris
Tugas Akhir ini dipertahankan dalam Ujian Tugas Akhir
di depan tim penguji pada Tanggal : ...., Mei 2007
Tugas Akhir ini Telah Disetujui dan Disahkan
Bangkalan, ... Juni 2008
Pembimbing I
Nama Pembimbing I, Gelar
NIP.
Pembimbing II
Nama Pembimbing II, Gelar
NIP.
Mengetahui,
Ketua Jurusan D3 Teknisi Komputer & Jaringan
Fakultas Teknik
Universitas Trunojoyo
Nama Ketua Jurusan
NIP.
12
10
20
Lampiran 3 : Contoh Daftar Isi
DAFTAR ISI
Abstraksi………………..………………………………………….
Kata Pengantar……………………………………….……………
Daftar isi……………………………….………………..…..….….
Daftar Gambar…………………………………………...…..……
Daftar Tabel…………………………………………………..……
Daftar Istilah………………………………………………….…….
Hal.
iii
iv
v
vii
viii
ix
BAB I PENDAHULUAN………..……………………………….
1.1 Latar Belakang……………………………….……
1.2 Perumusan Masalah…………..…………………
1.3 Tujuan dan Manfaat………………………………
1.4 Batasan Masalah………………………………….
1.5 Metodologi Pengerjaan Tugas Akhir……………
1.6 Sistematika Penulisan………………………….
1
1
2
3
3
4
5
BABII TEORI PENUNJANG……...........................................
2.1 Citra Digital………………………………..……….
2.2 Format Berkas Bitmap……………………………
2.2.1 Citra Skala Keabuan (Grey Scale)……….
2.2.2 Citra Warna (True Color)…...…………….
2.2.3 Konversi Citra True Color ke keabuan….
2.3 Resizing…………………………………..…………
7
7
8
8
9
9
10
21
Lampiran 4 : Contoh Daftar Gambar
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Gambar 3.7
Gambar 3.8
Gambar 3.9
Transformasi citra ke bentuk vector…….……...
Matrik perkalian DCT………….………….………
Alur sistem transformasi 2D DCT…………..…..
Parameter citra wajah dan ekstrasi feature…….
Sistem proses pelatihan …………………………
Diagram alir perangkat lunak…………………….
Flowchart proses resizing………………..……...
Flowchart grayscale……..……………………….
Flowchart pelatihan..……………………………..
Flowchart proses scanning………………………
Flowchart proses uji coba………..………………
Flowchart proses 2D DCT………………………..
Flowchart proses pengenalan……………..……
Hal.
13
17
18
20
25
31
32
33
34
35
36
37
38
22
Lampiran 5 : Contoh Daftar Tabel
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Definisi DCT …………………………………………
Hasil uji coba pengenalan wajah .......……………
Perbandingan waktu ……………………….………
Pengenalan data terkendali………………………..
Hal.
15
55
58
61
23
Lampiran 6 : Contoh Daftar Lampiran Laporan Skripsi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Database Wajah.………………………………………
Source code……………………………………………
Hal.
100
105
24
Lampiran 7 : Contoh Daftar Istilah Laporan Skripsi
DAFTAR ISTILAH
x
y
f(x, y)
fi(x, y)
fo(x, y)
h
w
ScaleW
ScaleH
w1
h1
x1
y1
xAsal
yAsal
xL
xR
yT
yB
wxL
wyT
koordinat x pada citra
koordinat y pada citra
Nilai intensitas piksel pada kordinat x dan y
Nilai intensitas piksel input pada koordinat x dan y
Nilai intensitas piksel output pada koordinat x dan y
Ukuran tinggi citra
Ukuran lebar citra
Ukuran skala secara horisontal
Ukuran skala secara vertikal
Ukuran lebar citra setelah operasi geometri
Ukuran tinggi citra setelah operasi geometri
Koordinat x dari citra setelah operasi geometri
Koordinat y dari citra setelah operasi geometri
Koordinat x dari citra sebelum operasi geometri
Koordinat y dari citra sebelum operasi geometri
Koordinat x paling kiri ( x left )
Koordinat x paling kanan ( x right )
Koordinat y paling atas ( y top )
Koordinat y paling bawah ( y bottom )
Bobot ke arah horisontal
Bobot ke arah vertikal
25
Lampiran 8 :Contoh Form A
D E P A R T E M E N P E N D I D I K A N N A S I O N A L
F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S T R U N O J O Y O
FORMULIR PERSETUJUAN DOSEN BIDANG MINAT
Diajukan pada Semester Ganjil / Genap *) Tahun Ajaran: 2005-2006
DATA MAHASISWA PARAF KOOR. BID. MINAT
Nama
NIM
Bidang Minat
IPK
SKS Lulus
Kerja Praktek -
NIP.
No Kode Nama Mata Kuliah
1
2
3
4
5
Mata Kuliah yang
belum lulus / belum
diambil
6
Bangkalan,
Mahasiswa ybs,
No Kode Nama Mata Kuliah Nilai
1
2
3
4
5
Mata Kuliah Wajib
Minat
6
Judul Tugas Akhir
A
BERKAS
26
Lampiran 9 : Contoh Form B
S U R A T P E R M O H O N A N
KESEDIAAN MENJADI DOSEN PEMBIMBING
Saya mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo dengan data sebagai berikut,
Nama : _________________________________________________
N R P : _________________________________________________
Jurusan : _________________________________________________
Bidang Minat : _________________________________________________
Judul Tugas Akhir : _________________________________________________
Memohon kesediaan bapak / ibu dosen dengan data di bawah ini,
Nama : _________________________________________________
NIP : _________________________________________________
Untuk menjadi dosen pembimbing I, dan
Nama : _________________________________________________
NIP : _________________________________________________
Untuk menjadi dosen pembimbing II.
Mengetahui,
Koordinator Tugas Akhir
_____________________
NIP. .
Bangkalan, ___________________
Pemohon
_____________________
NRP. .
Menyetujui untuk menjadi
Dosen Pembimbing I
_____________________
NIP. .
Menyetujui untuk menjadi
Dosen Pembimbing II
_____________________
NIP. .
B
BERKAS
D E P A R T E M E N P E N D I D I K A N N A S I O N A L
F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S T R U N O J O Y O
27
Lampiran 10: Contoh Form C
B U K T I M E NGH A D I R I S EM IN AR
Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo dengan data sebagai berikut
Nama :
N R P :
Jurusan :
Telah menghadiri sesi-sesi seminar usulan tugas akhir sebagai berikut:
No Judul Usulan Tugas Akhir Oleh ( Nama / NRP ) Tanggal Tanda Tangan
Panelis
1
2
3
4
5
Selanjutnya layak untuk melakukan seminar usulan tugas akhir.
Bangkalan,
Pembimbing I
NIP. .
C
D E P A R T E M E N P E N D I D I K A N N A S I O N A L
F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S T R U N O J O Y O
28
Lampiran 11 : Contoh Form D1
D E P A R T E M E N P E N D I D I K A N N A S I O N A L
F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S T R U N O J O Y O
BERITA ACARA SEMINAR USULAN TUGAS AKHIR
Pada,
Hari, Tanggal :
Pukul :
Tempat :
Telah dilaksanakan seminar usulan tugas akhir oleh,
Nama :
NIM :
Bidang Minat :
Judul :
Dengan hasil (lingkari yang sesuai)
1. Disetujui
2. Disetujui dengan perbaikan
3. Tidak disetujui / mengulang
Perbaikan atau penyempurnaan yang perlu dilakukan dapat dilihat pada berkas D1 (Daftar Perbaikan Usulan
Tugas Akhir).
Mengetahui dan menilai
Dosen Pembimbing I
NIP.
.
Dosen Pembimbing II
NIP.
.
Dosen Pembahas
NIP.
.
Dosen Pembahas
NIP.
.
Mengetahui,
Ketua Jurusan
_______________________
NIP. .
BERKAS
D1
29
Lampiran 12 : Contoh Form D2
D E P A R T E M E N P E N D I D I K A N N A S I O N A L
F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S T R U N O J O Y O
DAFTAR PERBAIKAN USULAN TUGAS AKHIR
No Halaman Perbaikan
Mengetahui
Dosen Pembimbing I
NIP.
.
Dosen Pembimbing II
NIP.
.
Dosen Pembahas
NIP.
.
Dosen Pembahas
NIP.
.
Menyetujui (bila telah diperbaiki)
Dosen Pembimbing I
_______________________
NIP. .
Dosen Pembimbing II
_______________________
NIP. .
BERKAS
D2
30
Lampiran 13 : Contoh Form E
D E P A R T E M E N P E N D I D I K A N N A S I O N A L
F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S T R U N O J O Y O
SURAT PENGANTAR PENGERJAAN TUGAS AKHIR
Usulan tugas akhir oleh:
Nama :
NIM :
Bidang Minat :
Judul :
Telah diseminarkan pada,
Hari, tanggal :
Tempat :
Untuk selanjutnya layak untuk diteruskan menjadi tugas akhir.
Mengetahui dan menilai
Dosen Pembimbing I
NIP.
.
Dosen Pembimbing II
NIP.
.
Dosen Pembahas
NIP.
.
Dosen Pembahas
NIP.
.
Mengetahui,
Ketua Jurusan
_______________________
NIP. .
BERKAS
E
31
Lampiran 14 : Contoh Form F
D E P A R T E M E N P E N D I D I K A N N A S I O N A L
F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S T R U N O J O Y O
BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR
Nama :
N R P :
Jurusan :
Judul Tugas Akhir :
Waktu Pengajuan TA : Semester Ganjil / Genap *) Tahun Ajaran
Berlaku s.d. : Semester Ganjil / Genap *) Tahun Ajaran
*) coret yang tidak perlu
MONITORING KEGIATAN PEMBIMBINGAN
No Tanggal Topik Pembimbingan Paraf Pembimbing
Jumlah Pembimbingan ke Pembimbing I : kali
Jumlah Pembimbingan ke Pembimbing II : kali
Mengetahui,
Pembimbing I
_________________
NIP. .
Pembimbing II
_________________
NIP. .
Koordinator Tugas Akhir
_________________
NIP. .
BERKAS
F
32
Lampiran 15 : Contoh Form G
D E P A R T E M E N P E N D I D I K A N N A S I O N A L
F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S T R U N O J O Y O
PERNYATAAN SIAP SIDANG TUGAS AKHIR
Semester : Genap / Ganjil *)
Tahun Ajaran :
*) Coret yang tak perlu
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama / NRP :
Bidang Minat :
Dosen Pembimbing I :
Dosen Pembimbing II :
Dengan ini menyatakan bahwa saya sudah siap mengikuti Ujian Tugas Akhir yang akan
diselenggarakan,
Tanggal :
Judul Tugas Akhir :
Saya akan memenuhi segala ketentuan/peraturan yang berlaku dalam pelaksanaan Ujian Tugas
Akhir tersebut.
Bangkalan,
Yang melaporkan,
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
NIP NIP
BERKAS
G
33
Lampiran 16 : Contoh Form H
D E P A R T E M E N P E N D I D I K A N N A S I O N A L
F A K U L T A S T E K N I K
U N I V E R S I T A S T R U N O J O Y O
BERITA ACARA SIDANG TUGAS AKHIR
Telah dilaksanakan Ujian Tugas Akhir Periode *) tahun ajaran 2005 / 2006
Hari/Tanggal :
Waktu :
Nama/NRP mahasiswa :
Judul Tugas Akhir :
Hasil Ujian TA :
a. Tugas Akhir disetujui
b. Tugas Akhir disetujui dengan perbaikan
c. Tugas Akhir tidak disetujui dan sidang harus diulang.
Kejadian Penting selama Ujian TA berlangsung:
Mengetahui dan menilai
Nama NIP Tanda tangan
Pembimbing I
Pembimbing II
Penguji I
Penguji II
Penguji III
Mengetahui,
Ketua Jurusan
M. Kautsar Sophan, S.Kom
NIP. .
BERKAS
H
»»  READMORE...

RAGAM DAN LARAS BAHASA

1. Ragam Dan Laras Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, yaitu (1) ragam bahasa lisan, (2) ragam bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang lain.
2
1.1 Ragam Bahasa
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :
1. Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :
a. Ragam lisan.
b. Ragam tulis.
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang
3
standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.
2. Berdasarkan situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku tulis dan (2) ragam bahasa baku lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
4
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata) :
1. Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam bahasa lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu
b. Ragam bahasa Tulis :
- Nia sedangmembaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.
2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam Tulis
- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.
5
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah ragam bahasa standar, semi standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.
Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan modem (Alwi, 1998: 14).
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar dilakukan berdasarkan :
a. topik yang sedang dibahas,
b. hubungan antarpembicara,
c. medium yang digunakan,
d. lingkungan, atau
e. situasi saat pembicaraan terjadi
Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar :
• penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
• penggunaan kata tertentu,
• penggunaan imbuhan,
• penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
• penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan
6
kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar, sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh : (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok
(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok
Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki contoh (1a) yang merupakan ragam standar.
Contoh : (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Kalimat (1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan kalimat (2) kehilangan kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai, Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.” untuk menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pëmbedaan lain, yang juga muncul, tetapi tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis.
1.2 Laras Bahasa
Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras feature, laras komik, laras sastra, yang masih dapat
7
dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya.
Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar, atau nonstandar. Laras bahasa yang akan kita bahas dalam kesempatan ini adalah laras ilmiah.
2. Laras llmiah
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat disampaikan dalam ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan ragam standar.
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1981: 1).
Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis. Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).
Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya
8
ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16).
1. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
2. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas.
3. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
4. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.
5. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
6. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
7. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya ilmiah tersebut.
9
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :
a. Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
b. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
c. Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan yang kurang lebih bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International Standardization Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi itu kurang valid sebagai terbitan ilmiah (Soehardjan, 1997 : 10). Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997 : 38) terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982) menetapkan agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka (Soehardjan, 1997 : 38).
3. Ragam Bahasa Keilmuan
Menurut Sunaryo, (1994 : 1), bahwa dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi, kondisi, dan sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun tulis, kita selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk bahasa yang kita gunakan. Pada saat menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa pembaca tulisan kita , apa yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa kita menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi : partisipan, topik, latar, tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).
10
Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca atau pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat terkomunikasikan dengan baik, maka pembicara atau penulis perlu (a) mengetahui latar belakang pembaca/pendengar, dan (b) memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca. Hal itu perlu diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat , disamping agar pesannya dapat tersampaikan, agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan, merendahkan dan sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan penutur ke penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukukan secara : (a) naratif (peristiwa, perbuatan, cerita), (b) deskriptif (hal-hal faktual : keadaan, tempat barang, dsb.), (c). ekspositoris, (d) argumentatif dan persuasif.
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri :
(1) cendekia : bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.
(2) lugas dan jelas : bahasa Indonesia keilmuan digunakan untuk menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
(3) gagasan sebagai pangkal tolak : bahasa Indonesia keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada penulis.
(4) Formal dan objektif : komunikasi Ilmiah melalui teks ilmiah merupakan komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada lapis kosa kata dapat ditemukan kata-kata yang berciri formal dan kata-kata yang berciri informal (Syafi’ie, 1992:8-9).
11
Contoh :
Kata berciri formal Kata berciri informal
Korps korp
Berkata bilang
Karena lantaran
Suku cadang onderdil
4. Laras Ilmiah Populer
Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak selalu merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis, pengalaman dan pengamatan biasa yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam bahasa yang standar, karya ilmiah populer dapat disajikan dalam ragam standar, semi standar dan nonstandar. Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut penulis dan bukan pengarang, karena proses penyusunan karya ilmiah populer sama dengan proses penyusunan karya ilmiah. Pembedaan terjadi hanya dalam cara penyajiannya.
Seperti diuraikan di atas, persyaratan yang berlaku bagi sebuah karya ilmiah berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam karya ilmiah populer terdapat pula persoalan lain, seperti kritik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang sedang populer di tengah masyarakat, jalan keluar bagi persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru yang ingin disampaikan kepada masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak demikian halnya dengan karya ilmiah populer. Oleh karena itu, karya ilmiah populer biasanya disajikan melalui media surat kabar dan majalah, biasanya, format penyajiannya mengikuti format yang berlaku dalam laras jurnalistik. Pemilihan topik dan perumusan tema harus dilakukan dengan cermat. Tema itu kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi, eksposisi, argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat mengembangkan gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti pola pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau pola sudut pandang.
»»  READMORE...

Cara Menentukan Subjek, Predikat, Objek, Pelengkap dan Keterangan

Cara menentukan Subjek, Predikat, Objek, Pelengkap dan Keterangan dengan Mudah
1. Subjek
Subjek adalah unsur pokok yang terdapat pada sebuah kalimat di samping unsur predikat. Dengan mengetahui ciri-ciri subjek secara lebih terperinci, kalimat yang dihasilkan dapat terpelihara strukturnya.
• Jawaban atas Pertanyaan Apa atau Siapa
Penentuan subjek dapat dilakukan dengan mencari jawaban atas pertanyaan apa atau siapa yang dinyatakan dalam suatu kalimat. Untuk subjek kalimat yang berupa manusia, biasanya digunakan kata tanya siapa.
• Disertai Kata Itu
Kebanyakan subjek dalam bahasa Indonesia bersifat takrif (definite). Untuk menyatakan takrif, biasanya digunakan kata itu. Subjek yang sudah takrif misalnya nama orang, nama negara, instansi, atau nama diri lain dan juga pronomina tidak disertai kata itu.
• Didahului Kata Bahwa
Di dalam kalimat pasif kata bahwa merupakan penanda bahwa unsur yang menyertainya adalah anak kalimat pengisi fungsi subjek. Di samping itu, kata bahwa juga merupakan penanda subjek yang berupa anak kalimat pada kalimat yang menggunakan kata adalah atau ialah.
• Mempunyai Keterangan Pewatas yang
Kata yang menjadi subjek suatu kalimat dapat diberi keterangan lebih lanjut dengan menggunakan penghubung yang. Keterangan ini dinamakan keterangan pewatas.

• Tidak Didahului Preposisi
Subjek tidak didahului preposisi, seperti dari, dalam, di, ke, kepada, pada. Orang sering memulai kalimat dengan menggunakan kata-kata seperti itu sehingga menyebabkan kalimat-kalimat yang dihasilkan tidak bersubjek.

• Berupa Nomina atau Frasa Nominal
Subjek kebanyakan berupa nomina atau frasa nominal. Di samping nomina, subjek dapat berupa verba atau adjektiva, biasanya, disertai kata penunjuk itu.

2. Predikat
Predikat juga merupakan unsur utama suatu kalimat di samping subjek Bagian ini khusus membicarakan ciri-ciri predikat secara lebih terperinci.
• Jawaban atas Pertanyaan Mengapa atau Bagaimana
Dilihat dari segi makna, bagian kalimat yang memberikan informasi atas pertanyaan mengapa atau bagaimana adalah predikat kalimat. Pertanyaan sebagai apa atau jadi apa dapat digunakan untuk menentukan predikat yang berupa nomina penggolong (identifikasi). Kata tanya berapa dapat digunakan untuk menentukan predikat yang berupa numeralia (kata bilangan) atau frasa numeralia.
• Kata adalah atau ialah
Predikat kalimat dapat berupa kata adalah atau ialah. Predikat itu terutama digunakan jika subjek kalimat berupa unsur yang panjang sehingga batas antara subjek dan pelengkap tidak jelas.
• Dapat Diingkarkan
Predikat dalam bahasa Indonesia mempunyai bentuk pengingkaran yang diwujudkan oleh kata tidak. Bentuk pengingkaran tidak ini digunakan untuk predikat yang berupa verba atau adjektiva. Di samping tidak sebagai penanda predikat, kata bukan juga merupakan penanda predikat yang berupa nomina atau predikat kata merupakan.
• Dapat Disertai Kata-kata Aspek atau Modalitas
Predikat kalimat yang berupa verba atau adjektiva dapat disertai kata-kata aspek seperti telah, sudah, sedang, belum, dan akan. Kata-kata itu terletak di depan verba atau adjektiva. Kalimat yang subjeknya berupa nomina bernyawa dapat juga disertai modalitas, kata-kata yang menyatakan sikap pembicara (subjek), seperti ingin, hendak, dan mau.
• Unsur Pengisi Predikat
Predikat suatu kalimat dapat berupa:
1. Kata, misalnya verba, adjektiva, atau nomina.
2. Frasa, misalnya frasa verbal, frasa adjektival, frasa nominal, frasa numeralia (bilangan).



3 Ciri-Ciri Objek
Unsur kalimat ini bersifat wajib dalam susunan kalimat aktif transitif yaitu kalimat yang sedikitnya mempunyai tiga unsur utama, subjek, predikat, dan objek. Predikat yang berupa verba intransitif (kebanyakan berawalan ber- atau ter-) tidak memerlukan objek, sedangkan verba transitif yang memerlukan objek kebanyakan berawalan me-. Ciri-ciri objek ini sebagai berikut.
• Langsung di Belakang Predikat
Objek hanya memiliki tempat di belakang predikat, tidak pernah mendahului predikat.
• Dapat Menjadi Subjek Kalimat Pasif
Objek yang hanya terdapat dalam kalimat aktif dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Perubahan dari aktif ke pasif ditandai dengan perubahan unsur objek dalam kalimat aktif menjadi subjek dalam kalimat pasif yang disertai dengan perubahan bentuk verba predikatnya.
• Tidak Didahului Preposisi
Objek yang selalu menempati posisi di belakang predikat tidak didahului preposisi. Dengan kata lain, di antara predikat dan objek tidak dapat disisipkan preposisi.
• Didahului Kata bahwa
Anak kalimat pengganti nomina ditandai oleh kata bahwa dan anak kalimat ini dapat menjadi unsur objek dalam kalimat transitif.


4 Pelengkap
Pelengkap dan objek memiliki kesamaan. Kesamaan itu ialah kedua unsur kalimat ini :
1. Bersifat wajib ada karena melengkapi makna verba predikat kalimat.
2. Menempati posisi di belakang predikat.
3. Tidak didahului preposisi.
Perbedaannya terletak pada kalimat pasif. Pelengkap tidak menjadi subjek dalam kalimat pasif. Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang menjadi subjek kalimat pasif, bukan pelengkap. Berikut ciri-ciri pelengkap.
• Di Belakang Predikat
Ciri ini sama dengan objek. Perbedaannya, objek langsung di belakang predikat, sedangkan pelengkap masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek. Contohnya terdapat pada kalimat berikut.
a. Diah mengirimi saya buku baru.
b. Mereka membelikan ayahnya sepeda baru.
Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas berfungsi sebagai pelengkap dan tidak mendahului predikat.
• Tidak Didahului Preposisi
Seperti objek, pelengkap tidak didahului preposisi. Unsur kalimat yang didahului preposisi disebut keterangan. Ciri-ciri unsur keterangan dijelaskan setelah bagian ini.



5 Keterangan
Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan informasi lebih lanjut tentang suatu yang dinyatakan dalam kalimat; misalnya, memberi informasi tentang tempat, waktu, cara, sebab, dan tujuan. Keterangan ini dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa frasa ditandai oleh preposisi, seperti di, ke, dari, dalam, pada, kepada, terhadap, tentang, oleh, dan untuk. Keterangan yang berupa anak kalimat ditandai dengan kata penghubung, seperti ketika, karena, meskipun, supaya, jika, dan sehingga. Berikut ini beberapa ciri unsur keterangan.
• Bukan Unsur Utama
Berbeda dari subjek, predikat, objek, dan pelengkap, keterangan merupakan unsur tambahan yang kehadirannya dalam struktur dasar kebanyakan tidak bersifat wajib.
• Tidak Terikat Posisi
Di dalam kalimat, keterangan merupakan unsur kalimat yang memiliki kebebasan tempat. Keterangan dapat menempati posisi di awal atau akhir kalimat, atau di antara subjek dan predikat.
• Jenis Keterangan
Keterangan dibedakan berdasarkan perannya di dalam kalimat.
1. Keterangan Waktu
Keterangan waktu dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa kata adalah kata-kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin, besok, sekarang, kini, lusa, siang, dan malam. Keterangan waktu yang berupa frasa merupakan untaian kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin pagi, hari Senin, 7 Mei, dan minggu depan. Keterangan waktu yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor yang menyatakan waktu, seperti setelah, sesudah, sebelum, saat, sesaat, sewaktu, dan ketika.
2. Keterangan Tempat
Keterangan tempat berupa frasa yang menyatakan tempat yang ditandai oleh preposisi, seperti di, pada, dan dalam.
3. Keterangan Cara
Keterangan cara dapat berupa kata ulang, frasa, atau anak kalimat yang menyatakan cara. Keterangan cara yang berupa kata ulang merupakan perulangan adjektiva. Keterangan cara yang berupa frasa ditandai oleh kata dengan atau secara. Terakhir, keterangan cara yang berupa anak kalimat ditandai oleh kata dengan dan dalam.
4. Keterangan Sebab
Keterangan sebab berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan sebab yang berupa frasa ditandai oleh kata karena atau lantaran yang diikuti oleh nomina atau frasa nomina. Keterangan sebab yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor karena atau lantaran.
5. Keterangan Tujuan
Keterangan ini berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan tujuan yang berupa frasa ditandai oleh kata untuk atau demi, sedangkan keterangan tujuan yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor supaya, agar, atau untuk.
6. Keterangan Aposisi
Keterangan aposisi memberi penjelasan nomina, misalnya, subjek atau objek. Jika ditulis, keterangan ini diapit tanda koma, tanda pisah (--), atau tanda kurang.
Perhatikan contoh berikut.
• Dosen saya, Bu Erwin, terpilih sebagai dosen teladan.
7. Keterangan Tambahan
Keterangan tambahan memberi penjelasan nomina (subjek ataupun objek), tetapi berbeda dari keterangan aposisi. Keterangan aposisi dapat menggantikan unsur yang diterangkan, sedangkan keterangan tambahan tidak dapat menggantikan unsur yang diterangkan. Seperti contoh berikut.
• Siswanto, mahasiswa tingkat lima, mendapat beasiswa.
Keterangan tambahan (tercetak miring) itu tidak dapat menggantikan unsur yang diterangkan yaitu kata Siswanto.
8. Keterangan Pewatas
Keterangan pewatas memberikan pembatas nomina, misalnya, subjek, predikat, objek, keterangan, atau pelengkap. Jika keterangan tambahan dapat ditiadakan, keterangan pewatas tidak dapat ditiadakan. Contohnya sebagai berikut.
• Mahasiswa yang mempunyai IP tiga lebih mendapat beasiswa.
Contoh diatas menjelaskan bahwa bukan semua mahasiswa yang mendapat beasiswa, melainkan hanya mahasiswa yang mempunyai IP tiga lebih.
»»  READMORE...

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

A. PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA SEBELUM MERDEKA

Pada dasarnya bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa perhubungan antar suku di nusantara dan sebagai bahasa yang digunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam nusantara dan dari luar nusantara.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan – peninggalan, misalnya :

* Tulisan yang terdapat pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380 M.
* Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang, pada tahun 683.
* Prasasti Talang Tuo, di Palembang, pada tahun 684.
* Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686.
* Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688.

Bahasa Melayu menyebar ke pelosok nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama islam di wilayah nusantara. Serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya, karena bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia oleh karena itu para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928)

B. PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA SESUDAH MERDEKA

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok nusantara berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar

1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama “Sumpah Pemuda”.

Unsur yang ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.

Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada taggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang – Undang dasar 1945 di sahkan sebagai Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 disebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia” (Bab XV, Pasal 36)

Prolamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengkukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia.

C. PERANAN BAHASA INDONESIA

Peranan bahasa bagi bangsa Indonesia adalah bahasa merupakan sarana utama untuk berpikir dan bernalar, seperti yang telah dikemukakan bahwa manusia berpikir tidak hanya dengan otak. Dengan bahasa ini pula manusia menyampaikan hasil pemikiran dan penalaran, sikap, serta perasannya. Bahasa juga berperan sebagai alat penerus dan pengembang kebudayaan. Melalui bahasa nilai – nilai dalam masyarakat dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Didalam suatu masyarakat, bahasa mempunyai suatu peranan yang penting dalam mempersatukan anggotanya. Sekelompok manusia yang menggunakan bahasa yang sama akan merasakan adanya ikatan batin di antara sesamanya.

D. FUNGSI BAHASA INDONESIA

Bagi bangsa Indonesia, bahasa Indonesia tidak hanya sekedar alat komunikasi. Tetapi bahasa Indonesia juga merupakan kekayaan nasional yang sangat berharga dan dapat mempersatukan suku – suku bangsa, serta menunjukkan jati diri bangsa Indonesia.

Selain itu bahasa Indonesia mempunyai fungsi, yaitu :

1. Sebagai lambang kebanggaan nasional.
2. Sebagai lambang identitas nasional.
3. Sarana penyatuan bangsa dan sarana perhubungan antar budaya.
4. Sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga – lembaga pendidikan.
»»  READMORE...

PEDOMAN UMUM EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

Materi kuliah Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan KLIK DI SINI...
»»  READMORE...

POLITIK BAHASA INDONESIA

Politik Bahasa Indonesia


1. Mengapa Kita Mempelajari Bahasa Indonesia?
Mengapa bahasa Indonesia masih harus dijadikan mata kuliah dan dipelajari di semua jurusan atau program di seluruh fakultas di perguruan tinggi, padahal kini banyak di antara kita sudah belajar berbahasa Indonesia sejak lahir dan secara formal sejak di sekolah dasar, bahkan sejak di taman kanak-kanak? Alasannya tiada lain karena Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, Pasal 37 Ayat 2 mewajibkan perguruan tinggi menyelenggarakan beberapa mata kuliah pengembangan kepribadian yang lebih umum disingkat menjadi MPK. Satu di antara beberapa MPK adalah mata kuliah Bahasa Indonesia. Sebelumnya, mata kuliah Bahasa Indonesia dan sejenisnya diwadahi dalam Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU), lalu berkembang menjadi Mata Kuliah Umum (MKU), dan terakhir menjadi MPK.
Mengapa pula undang-undang tersebut begitu? Landasan pemikirannya ada dua. Pertama adalah satu dari tiga butir Sumpah Pemuda 1928 menyatakan “Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Kedua adalah Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, yang menyatakan bahasa negara adalah bahasa Indonesia. Hal itu dapat diartikan bahwa bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Dengan perkataan lain, latar belakang mengapa bahasa Indonesia masih harus kita pelajari secara formal sampai di perguruan tinggi adalah adanya dua kedudukan yang dimiliki bahasa Indonesia. Tentu saja, kedua kedudukan tersebut memiliki fungsinya masing-masing.
a. Bahasa Nasional. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki tiga fungsi: (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing.
Fungsi pertama mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Berdasarkan kebanggaan inilah, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan. Selain itu, rasa bangga memakai bahasa Indonesia dalam berbagai bidang harus selalu kita bina dan kita tingkatkan.
Fungsi kedua mengindikasikan bahwa bahasa Indonesia – sebagaimana halnya lambang lain, yaitu bendera merah putih dan burung garuda – mau takmau suka taksuka harus diakui menjadi bagian yang takdapat dipisahkan dengan bangsa Indonesia. Jadi, seandainya ada orang yang kurang atau bahkan tidak menghargai ketiga lambang identitas kita ini tentu sedikitnya kita akan merasa tersinggung dan rasa hormat kita kepada orang tersebut menjadi berkurang atau malah hilang. Karena itu, bahasa Indonesia dapat menunjukkan atau menghadirkan identitasnya hanya apabila masyarakat bahasa Indonesia membina dan mengembangkannya sesuai dengan keahlian dalam bidang masing-masing.
Fungsi ketiga memberikan kewenangan kepada kita berkomunikasi dengan siapa pun memakai bahasa Indonesia apabila komunikator dan komunikan mengerti. Karena itu, kesalahpahaman dengan orang dari daerah lain bisa kita hindari kalau kita memakai bahasa Indonesia. Melalui fungsi ketiga ini pula kita bisa memahami budaya saudara kita di daerah lain.
Fungsi keempat mengajak kita bersyukur kepada Tuhan karena kita telah memiliki bahasa nasional yang berasal dari bumi kita sendiri sehingga kita dapat bersatu dalam kebesaran Indonesia. Padahal, ketika dicanangkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia boleh dikatakan tidak memiliki penutur asli karena berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Jawa dan bahasa Sunda paling banyak penuturnya di antara bahasa-bahasa daerah yang ada di Nusantara ini. Jadi, berdasarkan jumlah penutur, yang pantas menjadi bahasa nasional sebenarnya kedua bahasa daerah itu. Apalah jadinya seandainya bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang diangkat menjadi bahasa nasional. Mungkin saja terjadi perpecahan perang antarsuku, lalu muncul negara-negara kecil. Karena itu, tentu bukan soal jumlah penutur yang menjadi landasan para pemikir bangsa waktu itu. Mereka berpikiran jauh ke masa depan untuk kebesaran dan kejayaan bangsa; dan lahirlah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

b. Bahasa Negara. Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara memiliki empat fungsi yang saling mengisi dengan ketiga fungsi bahasa nasional. Keempat fungsi bahasa negara adalah sebagai berikut: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Dalam fungsi pertama bahasa Indonesia wajib digunakan di dalam upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik lisan maupun tulisan. Begitu juga dalam penulisan dokumen dan putusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan. Hal tersebut berlaku juga bagi pidato kenegaraan.
Fungsi kedua mengharuskan lembaga-lembaga pendidikan menggunakan pengantar bahasa Indonesia. Lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi mau takmau dalam pelajaran atau mata kuliah apa pun pengantarnya adalah bahasa Indonesia. Namun, ada perkecualian. Bahasa daerah boleh (tidak harus) digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar sampai tahun ketiga.
Fungsi ketiga mengajak kita menggunakan bahasa Indonesia untuk membantu kelancaran pelaksanaan pembangunan dalam berbagai bidang. Dalam hal ini kita berusaha menjelaskan sesuatu, baik secara lisan maupun tertulis, dengan bahasa Indonesia agar orang yang kita tuju dapat dengan mudah memahami dan melaksanakan kegiatan pembangunan.
Fungsi keempat mengingatkan kita yang berkecimpung dalam dunia ilmu. Tentu segala ilmu yang telah kita miliki akan makin berguna bagi orang lain jika kita sebarkan kepada saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air di seluruh pelosok Nusantara, atau bahkan jika memungkinkan kepada saudara kita di seluruh dunia. Penyebaran ilmu tersebut akan lebih efektif dan efisien jika menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa daerah atau bahasa asing.

c. Variasi Pemakaian Bahasa. Variasi pemakaian bahasa Indonesia pun merupakan landasan pemikiran diadakannya mata kuliah bahasa Indonesia sampai di perguruan tinggi. Kita dapat mengetahui perbedaan pemakaian bahasa Indonesia tatkala kita membaca koran nasional dan koran daerah, misalnya. Perbedaan itu dapat juga dibuktikan ketika kita pergi ke daerah lain, baik pilihan kata maupun intonasi, atau bahkan kalimatnya. Begitu pula ketika pergi ke pasar lalu ke kantor atau ke kampus, kita akan segera tahu adanya perbedaan pemakaian bahasa Indonesia. Contoh yang paling mudah untuk melihat perbedaan pemakaian ini adalah bahasa dalam SMS atau ceting (chatting) dan dalam makalah. Bahasa SMS takketat, bahkan bisa dan boleh semau kita, sedangkan bahasa makalah penuh dengan aturan yang harus kita taati.

d. Perkembangan Bahasa. Bila dibandingkan dengan bahasa Inggris, Perancis, Arab, Belanda, Mandarin, Jepang atau bahasa asing lainnya, atau juga bahasa daerah, bahasa Indonesia relatif masih muda. Ia baru lahir pada akhir tahun 1928, yaitu melalui Sumpah Pemuda. Namun, perkembangannya begitu pesat. Hingga tahun 1988 – berarti enam puluh tahun – bahasa Indonesia sudah memiliki lebih dari 60.000 kata. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap kosakata dari berbagai bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Banyak kosakata daerah, terutama Jawa dan Sunda, masuk ke dalam bahasa Indonesia. Bahasa asing yang banyak diserap pada awalnya adalah bahasa Arab, lalu bahasa Belanda, dan kini bahasa Inggris. Hingga 1972 bahasa Indonesia dalam hal menyerap lebih berorientasi pada bahasa Belanda. Karena itu, banyak kosakata yang berasal dari bahasa Belanda, misalnya, tradisionil, formil, sistim. Namun, sejak 1972 – bersamaan dengan lahirnya Ejaan yang Disempurnakan (EYD) – bahasa Indonesia dalam hal menyerap kosakata asing lebih berorientasi pada bahasa Inggris. Karena itu, kosakata yang berasal dari bahasa Belanda seperti ketiga contoh taklagi dianggap baku. Kosakata yang dianggap baku untuk ketiga kata tersebut adalah tradisional, formal, dan sistem. Pada akhir tahun 1990-an – ketika yang memimpin Indonesia adalah Abdurrahman Wahid – perkembangan kosakata bahasa Indonesia memperlihatkan gejala lain. Pada waktu itu muncul lagi kosakata yang berasal dari bahasa Arab yang sebelumnya hanya digunakan di lingkungan pesantren. Contohnya adalah kata-kata istigosah, akhwat, ikhwan. Perkembangan tidak hanya terjadi pada bidang kosakata, tetapi juga pada bidang lain seperti istilah atau ungkapan dan peribahasa. Hal tersebut bisa kita temukan dengan membaca Siti Nurbaya karya Marah Roesli dan Saman karya Ayu Utami, misalnya. Contoh lain dapat kita temukan dengan membaca koran tahun 1980-an dan koran tahun 2000-an. Tahun 1980-90an muncul ungkapan menurut petunjuk, demi pembangunan, dan sebagainya. Tahun 2000-an lebih sering muncul kata-kata reformasi, keos (chaos), dan sebagainya.
Perkembangan bahasa Indonesia tidak hanya terjadi pada ragam resmi. Dalam ragam takresmi pun terjadi perkembangan. Bahkan, perkembangan dalam ragam takresmi lebih pesat, namun juga lebih cepat menghilang. Misalnya, pada tahun 1980-an muncul kata asoy yang berarti ‘asyik’; tahun 1990-an muncul kata ni ye yang bertugas sebagai penegas kalimat; tahun 2003-an muncul kata lagi yang bertugas baru sebagai penegas seperti pada ungkapan PD (percaya diri) lagi atau abis lagi. Padahal arti lagi yang sebenarnya adalah ‘kembali’ atau ‘sedang’. Tahun 2004 muncul gitu lo atau getho lho, dan semacamnya. Bidang makna pun mengalami perkembangan. Ada lima penyebab perkembangan makna, yaitu (1) peristiwa ketatabahasaan, (2) perubahan waktu, (3) perbedaan bahasa daerah, (4) perbedaan bidang khusus, (5) perubahan konotasi.
1) peristiwa ketatabahasaan. Sebuah kata, misalnya tangan, memiliki makna berbeda karena konteks kalimat berbeda.
- Agus pulang dengan tangan hampa.
- Dadang memiliki banyak tangan kanan.
- Tangan Didi sakit karena jatuh.
2) perubahan waktu makna dahulu makna sekarang. Bapak : orang tua laki-laki, ayah sebutan terhadap semua orang laki-laki yang umurnya lebih tua atau kedudukannya lebih tinggi
canggih: cerewet, bawel pintar dan rumit, modern saudara : orang yang lahir dari ibu dan bapak yang sama sapaan bagi orang yang sama derajatnya, orang yang dianggap lahir dari lingkungan yang sama seperti sebangsa, seagama, sedaerah

3) perbedaan bahasa daerah. Kata atos dalam bahasa Sunda berarti ‘sudah’, sedangkan dalam bahasa Jawa berarti ‘keras’. Kata bujur dalam bahasa Sunda berarti ‘pantat’, sedangkan dalam bahasa Batak berarti ‘terima kasih’, dan dalam bahasa Indonesia berarti ‘panjang’.

4) perbedaan bidang khusus. Dalam bidang kedokteran kata koma berarti ‘sekarat’, sedangkan dalam bidang bahasa berarti ‘salah satu tanda baca untuk jeda’. Kata operasi dalam bidang kedokteran berarti ‘bedah, bedel’, dalam bidang kemiliteran atau yang lain berarti ‘tindakan’, dan dalam bidang pendidikan berarti ‘pelaksanaan rencana proses belajar mengajar yang telah dikembangkan secara rinci’.

5) perubahan konotasi. Kata penyesuaian berarti ‘penyamaan’, tetapi agar orang lain tidak terkejut atau marah, kata itu dipakai untuk makna ‘penaikan’. Misalnya penaikan harga menjadi penyesuaian harga.
Perkembangan lain dalam bahasa Indonesia adalah pergantian ejaan. Sejak 1972 bahasa Indonesia memakai sistem ejaan yang dinamakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD), yang dalam kenyataannya sampai sekarang belum diperhatikan penuh oleh masyarakat pemakainya. Karena itu, kesalahan pemakaian masih banyak terjadi. Misalnya, banyak orang masih kesulitan membedakan pemakaian huruf kecil dan huruf kapital; pemakaian singkatan nama diri, nama gelar, dan nama lembaga. Padahal, jika diperhatikan, pemakaian ejaan dapat juga membedakan makna.
Perhatikan contoh kedua kalimat matematis ini! Perbedaan ada pada pemakaian tanda baca koma.
Diketahui A = 4, berapa nilai B, C, D, dan E pada kedua pernyataan berikut?
1) A = B, C, D, dan E.
2) A = B, C, D dan E.
Contoh lain tentang pemakaian huruf kapital dan huruf kecil:
- Kemarin ibu pergi dengan Ibu Neneng.
- Orang Sumedang makan tahu sumedang.
Kesalahan lain yang sering dijumpai adalah pelafalan yang taksesuai dengan kaidah ejaan. Menurut EYD, setiap kata dilafalkan sesuai dengan hurufnya, kecuali untuk nama diri. Untuk nama diri, penulisan dan pengucapan merupakan hak otonomi pribadi. Misalnya, Deassy, Dessy, Desy, Desie, Desi, Deasie; Yenny, Yeny, Yenni, Yennie, Yenie, atau Yeni. Namun, masih banyak di antara kita yang “buta huruf” sehingga takdapat membedakan huruf c dan huruf k, dan huruf s; atau huruf t dengan huruf c, dalam beberapa kata yang berbeda. Karena kurang perhatian pada hal-hal sepele itu, banyak orang melafalkan secara taktepat kata-kata panitia, unit, pasca, aksesoris, lab (akronim dari laboratorium yang diucapkan leb) dan sebagainya.
e. Sikap dan Kesadaran Berbahasa. Kita memiliki politik bahasa nasional – kekuatan politis (political will) untuk menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Pada sisi lain, justru banyak penyimpangan dari kekuatan pedoman itu sehingga timbul pertanyaan apakah berlaku hukum ”di situ ada aturan, di situ pula ada pelanggaran”. Penelusuran dua variabel ini memungkinkan kita untuk dapat mengantisipasi sikap kita terhadap kasus-kasus seperti itu secara proporsional. Lebih-lebih sebagai cendekiawan, kita memiliki peran strategis untuk menegakkan kebenaran politis dalam menjunjung martabat bahasa Indonesia, sekaligus mengangkat jatidiri bangsa.
Politik bahasa nasional memberikan bobot kekuatan terhadap bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa daerah atau bahasa asing. Salah satu fungsi politik bahasa nasional adalah memberikan dasar dan arah bagi perencanaan dan pengembangan bahasa nasional sehingga dapat memberikan jawaban tentang fungsi dan kedudukan bahasa (nasional) dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain. Alih-alih kita tahu bahwa Sumpah Pemuda 1928 tidak hanya mengakui, tetapi juga menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Dengan demikian, mendudukkan bahasa Indonesia dalam status yang tinggi tidaklah berlebihan, malah sudah sepantasnya.
Kita ketahui bahwa bahasa Indonesia memiliki posisi penting dalam hubungannya dengan bahasa lain. Kita dituntut untuk memiliki perencanaan matang dan terarah dalam menghadapi perubahan dan perkembangan kebudayaan. Itulah yang dinamakan kemantapan dinamis.
Pada pihak lain, banyak di antara kita yang kurang atau bahkan tidak memperhatikan posisi bahasa Indonesia. Dengan berbagai alasan, mereka banyak menyelipkan kata – bahkan kalimat – berbahasa asing, baik secara lisan maupun secara tertulis tanpa memperhatikan kemampuan berbahasa orang yang dituju. Jangan jauh-jauh, kita lihat saja orang-orang di sekitar kita, di kampus. Banyak dosen (padahal dia tidak fasih berbahasa asing) menggunakan kata atau istilah asing sehingga mahasiswa harus berpikir dua kali atau bahkan lebih. Si dosen tidak sadar bahwa bahasa Indonesia merupakan sarana pencerdas bangsa. Ada pula anggota DPR RI kala diwawancara mengatakan, “Kami akan mensaport sepenuhnya”. Disangkanya semua fonem [u] dalam bahasa Inggris diucapkan menjadi [a] sehingga support ‘dukungan’ diucapkan saport. Kalau mau, kata itu diserap menjadi supor dan bentuk kata kerjanya menyupor. Contoh lain, kita berjalan-jalan ke toko di seantero Nusantara. Banyak di antara mereka menggunakan kata berbahasa asing (baca: Inggris!) misalnya cut price sehingga orang bisa menyangka bahwa itu nama orang Aceh seperti halnya Cut Nyak Dhien. Atau juga ada soft opening yang disangka semacam sop buntut dan ada escargot dibaca [ès kaar gṓ] yang disangka semacam es teler atau es campur.
Alasan mereka berkisar pada hal-hal yang sebenarnya tidak tepat dijadikan alasan. Misalnya, bahasa Indonesia kaku, di dalam bahasa Indonesia kata asing itu tidak ada, atau bahasa Indonesia tidak menarik minat calon pembeli. Singkatnya, bahasa Indonesia tidak bergengsi tinggi. Karena itu, di klinik atau di puskesmas pun terbentang kain rentang bertuliskan “Medical General Check Up Paket Hemat” bukan “Paket hemat periksa kesehatan menyeluruh”. Sebabnya tiada lain yang cek-ap orang kaya, sedangkan yang periksa orang miskin.
Jika kita telusuri, yang kaku bukan bahasa Indonesia, melainkan kita sebagai pemakainya. Bahasa Indonesia memiliki imbuhan untuk pengaya kata. Jadi, jika belum ada kata yang tepat, kita cari dalam kamus, kita ikuti prosedur pembentukan kata atau istilah baru. Jika bahasa Indonesia kurang bergengsi, kitalah yang bertanggung jawab menaikkan gengsinya karena kita pemilik sekaligus pemakainya.
Sebenarnya, kalau kita sadari, banyak dukungan politis bagi pengindonesiaan kata dan istilah asing, antara lain, sebagai berikut:
1. Sumpah Pemuda 1928;
2. UUD 1945, Bab XV Pasal 36 tentang bahasa negara;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1972 tentang penggunaan Ejaan yang Disempurnakan;
4. Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 tanggal 28 Oktober 1991 tentang pemasyarakatan bahasa Indonesia dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa;
5. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1/U/1992 tanggal 10 April 1992 tentang peningkatan usaha pemasyarakatan bahasa Indonesia dalam memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa; dan
6. Surat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia kepada Gubernur, Walikota, dan Bupati Nomor 434/1021/SJ tanggal 16 Maret 1995 tentang penertiban penggunaan istilah asing.

Sayangnya, keenam butir tersebut hanya dilirik dan ditaati selama empat tahun. Setelah pergantian menteri, keenam butir itu tidak diperhatikan lagi, baik oleh perseorangan, lembaga swasta, maupun lembaga pemerintah. Contoh kecil, hampir di pelbagai perguruan tinggi di seluruh Nusantara ada gedung yang dinamakan Student Centre atau Student Center. Mengapa tidak memakai Gedung Mahasiswa atau Pusat Mahasiswa atau yang lainnya karena penghuninya masyarakat bahasa Indonesia? Mengapa pula di jalan yang banyak dilalui angkutan kota terdapat rambu yang bertuliskan Slow Down? Apakah semua sopir atau tukang ojeg mengerti bahasa Inggris? Contoh lain, di pertokoan sangat marak pemakaian kata-kata asing, padahal pengunjungnya sangat sedikit yang mengerti bahasa asing secara baik.
Pemakaian kata atau istilah asing tampaknya dipandang sebagai peningkat gengsi sosial. Padahal, kalau kita sadari bersama secara kompak, bahasa Indonesia pun bisa dipakai untuk menaikkan gengsi sosial. Misalnya, ketika kita masuk ke sebuah pusat perbelanjaan yang megah dan di sana kita lihat label-label barang dan nama-nama sudut toko memakai bahasa Indonesia, secara psikologis gengsi kita tetap sebagai orang “kotaan”, orang “modern”. Yang menurunkan atau menaikkan gengsi sosial kita dalam hal ini mungkin saja pakaian dan cara kita berpakaian atau juga perilaku kita secara menyeluruh.

2. Pelatihan
• Ucapkan kata-kata atau singkatan/akronim di bawah ini sesuai dengan abjad yang berlaku dalam bahasa Indonesia! Adakah perbedaan ucapan dan mengapa hal itu terjadi?
-AIDS/HIV
-TransTV
-TVRI
-MetroTV
-BandungTV
-SCTV
-ANTV
-WHO
-MTQ
-HP
-IM3
-P3K
-psikologi
-unsur
-unit
-volume
-pascasarjana
-panitia
-logistik
-Indonesia (dalam lagu “Indonesia Raya”)
-http://www.simkuring-dewek.com
• Bedakan penulisan singkatan nama diri dan nama gelar pada nama di bawah ini!
Dede Surede Syarif Hidayat Sarjana Hukum
• Bagaimana pendapat Anda tentang hal-hal berikut?
1. Tadi Ibu menemui Ibu Asep atau Tadi ibu pergi dengan Ibu Asep atau …
2. Buku kamu ada di saya.
3. Coba kasih buka itu pintu.
4. Gue lagi cekak ne.
5. Apa sech yang lo risaukan?
6. Semua sudah pada pergi.

3. Tes Formatif
1. Mengapa di perguruan tinggi ada mata kuliah pengembangan kepribadian seperti mata kuliah Bahasa Indonesia?
2. Uraikan empat fungsi bahasa dalam kedudukannya sebagai bahasa negara dan bahasa nasional!
3. Bedakan variasi pemakaian bahasa Indoensia ragam santai dan ragam ilmiah!
4. Uraikan dengan contoh tiga macam variasi pemakaian bahasa Indonesia.
5. Mengapa dalam bahasa Indonesia terjadi variasi pemakaian?
6. Sejak kapan EYD diberlakukan dan mengapa berorientasi pada bahasa Inggris?
7. Mengapa akhir tahun 1990-an banyak muncul kata baru dari bahasa Arab?
8. Tulislah lima kosakata baru takbaku dan lima kosakata baku!
9. Bagaimana sikap Anda terhadap dosen yang banyak menyelipkan kata asing padahal kata tersebut ada dalam bahasa Indonesia?
10. Bagaimana pendapat Anda tentang bahasa Indonesia yang harus dijunjung seperti tercantum dalam Sumpah Pemuda?
»»  READMORE...

Keterampilan berbahasa

Materi kuliah keterampilan berbahasa KLIK DI SINI
»»  READMORE...
 
Aldon Samosir. Diberdayakan oleh Blogger.